PEKANBARU, SINARNUSANTARA.COM - Kepolisian Daerah Riau akhirnya berhasil amankan pelaku dugaan penganiayaan yang dilakukan kepada salah...
PEKANBARU,SINARNUSANTARA.COM
- Kepolisian Daerah Riau akhirnya berhasil amankan pelaku dugaan
penganiayaan yang dilakukan kepada salah seorang guru ngaji di Pesantren
Tahfiz Darul Mukhlasin yang beroperasi di jalan Garuda Sakti KM 6,
Kecamatan Tapung, Kampar.
Pelaku yang berinisial A itu berhasil ditangkap tim Ditreskrimum Polda
Riau di wilayah Sumatera Barat. Kabar penangkapan tersebut dibenarkan
oleh Ditreskrimum Polda Riau, Kombes Pol Zain Dwi Nugroho.
"Benar mas," ujarnya saat dikonfirmasi media, Sabtu (05/12).
Meski begitu, Dwi belum merinci secara detail dimana lokasi serta waktu pengamanan pelaku tersebut.
Untuk diketahui, sebelumnya salah seorang ustad yang juga merupakan guru
ngaji di salah pondok pesantren yang beroperasi di jalan Garuda Sakti,
KM 6, Kecamatan Tapung, Kampar menderita sejumlah luka akibat dianiaya
oleh A yang mengaku pimpinan organisasi masyarakat (ormas) Pemuda
Pancasila (PP) di wilayah itu. Ia adalah Sutrio, yang belakangan
melaporkan tindakan itu ke Polda Riau didampingi pihak Front Pembela
Islam (FPI) Pekanbaru.
Laporan itu dilayangkan ke pihak berwajib pada 6 November 2020 kemarin.
Dimana meski kejadian sudah sepekan sebelum Ia melapor, namun bekas
penganiayaan di wajah ustad muda masih tampak jelas.
Ustad Saad yang merupakan rekan korban bercerita, kejadian itu berawal
dari anak pelaku yang biasanya mengaji di pondok pesantren itu mengaku
telah dipukul oleh korban kepada ayahnya. Tak terima laporan itu, A
kemudian mendatangi pondok pesantren yang didirikan khusus untuk kaum
duafa itu bersama beberapa rekannya.
"Setelah ditelusuri ternyata anak pelaku itu bohong. Mana mungkin ustad melakukan hal itu," katanya Senin (09/11/20) lalu.
Dari cerita yang didapat Saad, pelaku bersama rekannya mendobrak pondok
putri yang kala itu membuat ustazah serta santriwati ketakutan. Ia
lantas menanyakan keberadaan korban, dan didapatinya tengah berada di
dalam mushalla.
"Perlakuan mereka ini sangat ganas dan arogan, mereka masuk masjid, pakai sepatu, sajadah dipijak-pijak," terangnya.
"Ustadnya (korban) dipukul pakai rotan dan menarik jenggot ustadz dan
bilang apa yang dibanggakan dari janggut panjang ini," cerita Saad
Kala itu, korban memang tak melakukan perlawanan. Tubuhnya yang kecil
tak sanggup melawan 2 orang sekaligus. Karena yang melakukan
penganiayaan itu dua orang. Selebihnya rekan pelaku hanya menonton di
lokasi kejadian
Diketahui, A dan empat orang rekannya datang menggunakan tiga mobil kala
itu. Kedatangan mereka sontak membuat takut warga pondok pesantren itu.
Terlebih pelaku mengaku salah satu pimpinan ormas di wilayah itu.
Pelaku juga sempat menanyakan izin pondok pesantren itu. Bahkan Ia juga
memaksa para pengurus pesantren untuk menutup pondok pesantren yang
dibuka gratis untuk orang-orang miskin dan anak yatim tersebut.
"Pondok pesantren itu didirikan untuk para anak-anak yatim dan kurang
mampu untuk mengaji. Saya sangat sedih mendengar itu," tuturnya.
Saad juga menceritakan, awalnya korban dan pengurus lainnya menyimpan
peristiwa ini dan tak berani bercerita kepada siapapun. Lantaran, mereka
semua bukan asli penduduk di wilayah itu.
"Mungkin mereka khawatir terjadi sesuatu hal jika mereka ceritakan
masalah penganiayaan itu. Namun kita sudah musyawarah dengan pihak
pondok pesantren, FPI bahkan juga dengan paman saya yang juga pentolan
PP di wilayah Rokan Hulu," paparnya.
"Akhirnya kita sepakat laporkan ini ke Polda Riau. Itu juga diarahkan oleh aparat setempat," imbuhnya.
Mendapat informasi itu Front Pembela Islam (FPI) Pekanbaru meradang dan
mengawal korban untuk melaporkan peristiwa itu ke Polda Riau.
"Korban datang dan melaporkan peristiwa penganiayaan itu. Kemudian kita
lakukan pendampingan untuk korban melaporkan peristiwa itu ke Polda
Riau," terang Ketua FPI Pekanbaru, M Husni Thamrin saat di konfirmasi
wartawan, Selasa (10/11/20) lalu.
Ia menerangkan, pihaknya juga sebelumnya telah mengundang dua pelaku
yang diduga menjadi dalang penganiayaan itu. Yakni A dan ZB yang
merupakan oknum anggota ormas Pemuda Pancasila.
"Pelaku A datang memenuhi undangan kita. Ia datang bersama istri dan anaknya beberapa waktu lalu," kata Husni.
Saat bertemu di markas FPI yang berada di jalan Melur itu, A mengakui
telah melakukan penganiayaan terhadap korban bernama Sutrio. Ia
melakukan itu lantaran mendapatkan informasi dari anaknya bahwa haknya
tersebut dipukul oleh sang ustad. Namun saat diklarifikasi tidak ada
pemukulan terhadap anaknya itu.
"Pelaku datang dengan menangis dan menyesali perbuatannya. Ia meminta
FPI menjembatani agar laporan korban yang telah di layangkan ke Polda
Riau dicabut. Namun, kita kan hanya mendampingi saja, untuk pencabutan
laporan itu sepenuhnya hak dari korban. Jadi, kita serahkan ke korban,"
imbuhnya.
Husni juga menerangkan, dalam penyesalannya, A bersedia mengganti segala
kerusakan atas tindakannya itu. " A bersedia membayar fidiah atau
mengganti segala kerusakan atas perbuatannya. Bahkan, ia juga bersedia
dipukul oleh korban sebanyak yang dilakukannya terhadap korban sebagai
bentuk penyesalannya. Namun, semuanya kembali kita serahkan kepada
korban," tambahnya.
Sedangkan untuk pelaku lain yakni ZB belum memenuhi undangannya. Untuk
mengklarifikasi dugaan penganiayaan yang dilakukannya itu.
Meski begitu, pihaknya tetap tidak menerima perilaku para pelaku yang
melakukan penganiayaan di dalam rumah ibadah itu. Bahkan pelaku dan
rekannya yang diketahui berjumlah 5 orang, masuk dalam mushollah tanpa
membuka alas kaki. Malah menginjak-injak sajadah yang digunakan untuk
sholat di ponpes untuk kaum duafa itu.
" Tidak dibenarkan seperti itu. Bahkan mengancam penutupan tempat
mengaji anak-anak itu, kita tidak benarkan. Seharusnya ada etika untuk
menyelesaikan masalah seperti itu," tandasnya.***(arl)
COMMENTS